Masjid Al Muttaqun yang terletak di Prambanan, Klaten. Persisnya di sebelah selatan dari kawasan Candi Prambanan. Keindahan arsitektur, keteduhan dan kesejukan masjid cukup menarik perhatian untuk diabadikan.
Sejarah Masjid Al Muttaqqun
Pada peristiwa gempa Jogja-Jateng 2006 silam Masjid Al Muttaqun mengalami kerusakan, lalu setelah peristiwa itu pembangunan masjid ini kemudian dimulai di tahun 2007, atas prakarsa Presiden Susilo bambang Yudhoyono. Masjid yang pembangunannya menelan biaya sebesar Rp. 12 M tersebut pembangunan di atas tanah kas desa, tambah bangunan lagi di sisi timur melalui pembebasan tanah, yang kemudian di fungsikan sebagai gedung serba guna.
Masjid di resmikan Mendagri, Mardiyanto mewakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bersama Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, Jum’at 13 Maret 2009. Turut hadir dalam peresmian masjid, Wakil Kementrian Islam dan Wakaf Pemerintah Qatar, Muhammad bin Asslam Hadad Khawari, Pimpinan Persatuan Ulama Dunia, Dr Wahid Hasan Khalif Hasan Hindawi, Dirjen BInasos Depsos, Dr. Gunawan Somadiningrat, Gubernur Jateng, Bibit Waluyo, Bupati Klaten, Sunarno, dan sejumlah ulama setempat.
Arsitektur Masjid Al Muttaqun
Arsitek Masjid Al Mutttaqun mengadopsi masjid-masjid bersejarah di tanah air, spanyol, dan Arab Saudi. Sebagian, mengadopsi masjid Keraton Kasunanan Surakarta, masjid Kasultanan Yogyakarta, masjid Walisongo Demak. Demikian juga, menara kembar dan pintu gerbang masjid Cordova Spanyol. Sebagian, mencuplik arsitek masjid Makah dan Madinah. Masjid Al Muttaqun di rancang oleh Ir. Budi Faisal, insinyur sipil asal Kota Bandung dan Ir. Robi, insinyur sipil asal Kota Bodowoso, semakin menguatkan kesan bahwa masjid ini di bangun dengan semangat mitos Bandung Bondowoso.
Nuansa jawa sangat kental terasa karena mihrab (pengimaman) berbentuk ‘gunungan wayang’. Gunungan memberi makna sebagai bahasa alam yang di percaya sebagai bentuk isyarat akan kehendak Gusti Kang Murbeng Gesang, Pemberi Kehidupan. Ornamen-ornamen kaligrafi yang mengelilingi ruang dalam masjid bertuliskan nama-nama para sunan dan khulafaur rosyidin. Kaligrafi dalam bentuk ukiran kayu ini menambah dan menguatkan nuansa Jawa. Lampu yang menggantung di langit ruangan, menambah kemewahan bagian dalam masjid. Mimbar khotib di posisikan sangat tinggi, sehingga jamaah melihat khotib dengan jelas. Di bagian luar ruang, dindingnya belapis keramik dengan dominasi warna hitam. Teras di pagari dengan bahan logam berwarna perunggu dan bercorak simetris yang merupakan khas arsitektur timur tengah.